Body Shaming Is Never Okay: Mari Berdamai dengan Tubuh Kita
‘’Badan makin lebar aja, nanti kena penyakit berbahaya loh. Itu badan kayak gitu pasti karena nggak olahraga, nggak sehat,’’ kata seseorang pada si A yang dalam seminggu ini sedang rajin olahraga, bahkan sebenarnya lebih rajin dari yang berkomentar.
‘’Kecil banget sih kamu. Harus makan banyak supaya nggak makin kecil. Nggak sehat loh itu, imun kamu lemah pasti itu…’’ kata seseorang pada si B yang baru saja mengecek BMI (Body Mass Index) tubuhnya dan hasilnya masih pada skala normal, serta ia sedang sehat-sehat saja saat ini.
Konsultasi dengan GURU BK sekarang
Body shaming is never okay!
Sebetulnya, mau dilihat dari sisi manapun, memberikan komentar negatif tentang tubuh seseorang adalah hal yang buruk. Body shaming dianggap sebagai bentuk bullying (Agarwal & Banerjee, 2018). Body shaming ditunjukkan dengan mempermalukan seseorang dengan membuat komentar yang tidak pantas atau menghina tentang ukuran atau bentuk tubuh mereka. Body shaming dapat dilakukan secara langsung (di depan orang yang diberi komentar) atau tidak secara langsung (di belakang orang tersebut). Saat ini, media sosial juga sering kali menjadi tempat mengungkapkan salah satu bentuk bullying ini.
Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama merasakan dampak negatif dari body shaming (Agarwal & Banerjee, 2018). Body shaming ditemukan berkorelasi positif dengan kecemasan sosial dan ketakutan akan evaluasi nnegatif. Beberapa orang menganggap body shaming adalah bentuk perhatian atau perilaku yang bertujuan baik agar orang lain mau untuk melakukan sesuatu untuk mengubah tubuh mereka. Kenyataannya berkebalikan, mempermalukan seseorang terkait dengan tubuhnya berkontribusi pada stres dan penambahan berat badan (pada kasus fat shaming). Bukankah ini adalah siklus yang sebenarnya perlu dihentikan?
Schluger (2021) mengatakan bahwa dalam budaya kita yang sadar akan berat badan, penampilan fisik sering kali mengesampingkan pertimbangan kesehatan. Beberapa bentuk tubuh seringkali dikaitkan dengan kondisi ‘’tidak sehat’’ padahal belum tentu demikian. Body shaming yang ditujukan untuk menyakiti seseorang tentu merupakan hal yang salah. Demikian juga body shaming yang ditujukan untuk memberi perhatian, itu adalah bentuk perhatian yang salah.
Jika kita bingung memulai percakapan dari mana, menanyakan hal-hal yang umum seperti ‘’perjalanan hari ini’’ atau ‘’berita pagi ini’’ bisa menjadi pilihan yang lebih baik daripada memberi komentar terkait kondisi fisik seseorang. Jika kita benar-benar peduli terhadap kesehatannya, maka bertanya secara general bisa menjadi media yang lebih minim risiko, seperti ‘’Apa kabar?’’ atau ‘’Bagaimana kondisi kamu hari ini? Fisik, pikiran, hati lagi gimana kabarnya?’’ dan masih banyak lagi cara lainnya. Sebaiknya kita bertanya terlebih dahulu baru kemudian memberi saran atau penilaian, itupun pada saat diminta dan kita wajib menggunakan kata-kata yang baik. Dengan bertanya, kita juga membantu seseorang menyadari hal yang ia rasakan. Kesadaran dari diri sendiri merupakan awal yang baik untuk membangun kondisi fisik dan mental yang sehat dibandingkan kesadaran yang dibentuk dari komentar negatif orang lain.
Berdamai dengan Tubuh
Tidak selalu mudah untuk kita melalui hari setelah menerima komentar negatif tentang tubuh dari orang lain, terlebih orang terdekat kita sendiri. Mulai dari tidak percaya diri, merasa buruk, kecewa, bahkan marah bisa mengikuti kita. Itu wajar. Tidak ada satupun orang yang benar-benar merasa baik-baik saja ketika menerima body shaming.
Mengutip dari tulisan Jernigan (2022), terdapat lima hal yang bisa kita lakukan untuk mencintai diri dan mengembangkan penilaian yang tepat pada tubuh kita.
- Sadari bahwa body shaming bukan sepenuhnya tentang kesalahan kita. Saat ini, penilaian tentang bentuk dan ukuran tubuh banyak dipengaruhi oleh standar di luar diri kita. Jika muncul emosi marah, berikan ruang untuk keluar dari diri kita dengan cara yang sehat, seperti mengatur nafas atau melakukan teknik relaksasi lainnya. Pastikan bahwa kita tidak marah pada diri sendiri karena itu dapat menjadi awal mula kesalahan dalam mengambil langkah. Ketika kita bisa ‘’berhenti melihat diri sendiri sebagai sebuah masalah’’, kita bisa terhubung dengan kekuatan di dalam diri kita. Dari pada melihat diri sendiri sebagai masalah, lebih baik melihatnya sebagai solusi.
- Saatnya membentuk pemikiran yang baru. Body shaming dari orang lain sangat mungkin membentuk self-shaming dalam pikiran kita. Kita harus menyudahi siklus ini. Katakan pada dirimu bahwa setiap hal yang dikatakan orang lain tentang diri kita belum tentu benar, kita yang paling tahu diri kita sendiri. Buat filter agar kita mampu memisahkan opini yang tepat dan tidak tepat. Hal ini juga bisa dilanjutkan dengan mengecek kembali akun media sosial yang kita ikuti. Mungkin self-shaming bisa berawal dari situ.
- Fokus pada kesehatan dan keberfungsian tubuh kita lebih dulu dibandingkan bentuk atau ukurannya. Kamu sudah melewati hari ini dengan baik? Maka tubuh kamu sudah berusaha sebaik mungkin. Berikan apresiasi padanya. Daripada berpikir untuk mengubah bagaimana kamu terlihat, sebaiknya tanyakan tubuhmu apa yang diperlukan untuk mendukung fungsinya, agar lebih sehat, kuat, dan tenang.
- Mari bersyukur atas apa yang tubuh telah berikan pada kita. Sebelum tidur, cobalah untuk menulis atau mengingat kembali tiga alasan kita mensyukuri hal yang tubuh kita telah berikan atau lakukan.
Mau lebih lanjut? Jadilah seseorang yang mendukung perubahan untuk menghentikan body shaming. Hal ini bisa dimulai dari menyebarkan pesan-pesan positif untuk menghentikan body shaming. Pada lingkaran pertemanan kita, gunakan kata-kata yang positif untuk menunjukkan perhatian dan jadilah pendengar untuk mereka yang tengah menghadapi tantangan ketika menerima body shaming.